Minggu, 13 Maret 2016

Berhenti Bertanya Kapan Hamil?

Karena kita paham betul betapa tidak nyamannya ditanya mengenai kapan kita hamil, maka kita juga tidak pernah bertanya hal serupa ke perempuan lain.
Tulisan ini kami buat berdasarkan pengalaman kami pribadi, yang saya rasa juga banyak dialami oleh perempuan lain di sini. Ditanya oleh orang-orang dekat kenapa kami belum hamil. Mungkin ini pertanyaan menyebalkan tahap dua setelah ditanya mengenai kapan menikah, ya?
Flash back sedikit, kami menikah pada usia yang cukup matang, 25 tahun. Sebelum menikah, kami pernah bertanya pada calon suami,”Sayang, menurut kamu, memiliki anak itu penting nggak, sih?” Jawabannya, penting. Tapi beliau juga berkata bahwa anak adalah rejeki. Entah dipercaya akan memilikinya atau tidak, hal itu tidak akan pernah menjadi masalah di dalam pernikahan kami kelak. Pertanyaan ini terlontar hanya semata-mata untuk mengetahui kesiapan suami jika problem yang kami sering kami dengar menjadi masalah besar bagi beberapa pasangan terjadi pada kami. Jawabannya membuat kami berlega hati dan semakin mantap meneruskan rencana pernikahan, karena merasa suami memilih menikah dengan alasan ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama saya.
Setelah menikah, selalu memiliki acara yang harus kami hadiri, entah pesta penikahan, halal bihalal atau acara lainnya. Tentunya Anda bisa menebak, saat-saat inilah, saat kami ditanya (sambil dipegang perutnya),”Sudah isi belum?” Awal-awalnya, sih, kami menjawabnya dengan santai, “Belum, nih.” Sampai ketika sepupu yang menikah setelah kami, ternyata telah hamil, tiba-tiba kami merasa ada tekanan. Bukan dari orangtua kami, tapi lebih dari orang sekeliling yang cukup sering melontarkan pertanyaan tersebut, sambil diiringi,”Si X sudah hamil, lho..” Hamil o dewe?? Jawab kami dalam hati, agak sedikit dongkol.
Butuh waktu nyaris lima tahun untuk kami bertahan mendengar pertanyaan-pertanyaan semacam ini, karena memasuki tahun ke sepuluh akhirnya kami dianugrahkan Anak (Nathan). Meski kini kami bisa menjawab pertanyaan, ini tak mengubah prinsip saya untuk tidak menanyakan mengenai kehamilan pada perempuan yang belum hamil. Kenapa begitu?
1. Itu menyakitkan
Bayangkan saja, saat Anda ingiiiiin sekali sesuatu tapi belum bisa-bisa sedangkan orang-orang lain di sekitar Anda sudah mendapatkannya. Bagaimana perasaan Anda? Dan, bukannya dihibur, tapi orang malah berlomba untuk memamerkan apa yang mereka miliki. Mungkin maksud Anda memberi semangat, tapi percayalah itu bukan pemberi semangat yang kami inginkan.

2. Itu bukan urusan Anda
Kata siapa saat perempuan menikah, secara otomatis berarti ia mau memiliki anak? Tidak semua perempuan terlahir dengan rasa ingin menjadi ibu. Jadi, jangan sibuk bertanya dan memaksa agar orang lain memiliki anak seperti Anda.

3. Kita tidak pernah tahu usaha yang sudah dilakukan
Kita tidak pernah tahu usaha apa yang sudah dilakukan oleh perempuan yang ingin hamil. Saya ingat sebelum hamil saya sudah melakukan berbagai macam cara agar bisa mendapatkan dua garis merah di test pack. Mulai dari makan sehat, olahraga, makan otak kelinci (maaf, ya, kelinci yang lucu), minum obat Cina, akupuntur, totok, kaki diinjak oleh bumil, mencuri popok, tidur beralaskan baju bayi, meminta daster bumil, meminta bedak bayi yang baru lahir untuk ditaburkan tiap malam ke perut, hingga inseminasi, dan sederet daftar percobaan lainnya. Jadi dengan usaha seperti itu kemudian orang lain sibuk bertanya, hanya membuat saya semakin tertekan dan KESAL.

Jadi daripada sibuk dengan hidup orang lain lebih baik kita menikmati hidup kita sendiri, kan? Just enjoy your time!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar